Sejarah Masjid Raya Pekanbaru, Jejak Kerajaan Siak Sri Indrapura
Jejak popArs kali ini mengantar kami ke situs sejarah Masjid Raya Pekanbaru di kota Pekanbaru. Kota yang merupakan ibukota Provinsi Riau dan sekalgus menjadi Kota ke 3 terbesar di Sumatera. Pekanbaru termasuk kota dengan tingkat pertumbuhan, migrasi, dan urbanisasi yang tinggi. Di pertengahan tahun 2024, jumlah penduduk Pekanbaru mencapai 1.138.530 jiwa.
Sedikit Sejarah Kota ini, nama Pekanbaru dahulunya dikenal dengan nama “Senapelan” yang saat itu dipimpin oleh seorang Kepala Suku disebut Batin. Daerah ini terus berkembang menjadi kawasan pemukiman baru dan seiring waktu berubah menjadi Dusun Payung Sekaki yang terletak di muara Sungai Siak.
Layaknya kota-kota lain di Indonesia, Pekanbaru juga menyimpan berbagai bangunan bersejarah yang merupakan warisan budaya dari Kerajaan Islam dimasa lalu. Masjid Raya Pekanbaru menjadi salah satu obyek wisata religi di kota ini.
Masjid Raya Pekanbaru yang awalnya bernama Mesjid Senapelan ini dibangun kali pertama oleh Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah (1766-1780), Raja keempat Kerajaan Siak Sri Indrapura, sekitar 1762 M. Masjid ini terletak di Jalan Masjid No.13, Kampung Bandar, Desa Payung Sekaki, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru.
Masjid yang dibangun pada abad ke-18 ini merupakan masjid tertua di Kota Pekanbaru. Bergaya arsitektur tradisional Masjid ini menjadi bukti keberadaan Kerajaan Siak Sri Indrapura pernah bertahta di Pekanbaru, yaitu di masa Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (Sultan Siak ke-4) dan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (Sultan Siak Ke-5).
Di komplek masjid ini terdapat makam Sultan Marhum Bukit dan Marhum Pekan. Marhum Bukit adalah nama lain dari Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (Sultan Siak ke-4) yang memerintah pada tahun 1766-1780. Di masa kekuasaan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah inilah Senapelan dijadikan pusat Kerajaan Siak.
Di bawah pemerintahannya, kegiatan perdagangan berkembang sehingga timbul pemikiran untuk mendirikan sebuah Pekan. Namun ide untuk mendirikan sebuah pekan ini baru terlaksana pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Semenjak itu, tepatnya pada tanggal 23 Juni 1784, nama Senapelan berganti dengan Pekanbaru.
Masjid Raya Pekanbaru hingga kini menjadi salah satu destinasi wisata religi, bangunan cagar budaya yang sekaligus menjadi situs Sejarah perkembangan Islam di Sumatera.
Sejarah Masjid Raya Pekanbaru
Sejarah perkembangan sebuah kota tertentu tidak lepas dari berbagai aktivitas yang dilakukan masyarakatnya. Masjid Raya Pekanbaru yang terletak di Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru merupakan kebanggaan masyarakat, khusunya masyarakat Melayu Senapelan yang bermukim di sekitar kota tua yang juga merupakan salah satu bukti sejarah berdiri dan berkembangnya kota ini.

Masjid ini merupakan masjid tertua pertama yang dibangun menggunakan bata dan semen di Kota Pekanbaru. Namun, hingga saat ini tidak dijumpai lagi bentuk asli dari masjid ini karena adanya beberapa kali perpindahan dan perubahan sejak mulai berdirinya hingga saat ini.
Sejarahan masjid ini, juga terkait dengan pemindahan ibu kota pemerintahan kerajaan Siak oleh Sultan Siak ke IV yaitu Tengku Alam atau Sultan Alamuddin Syah dari Mempura ke Kampung Bukit sekitar tahun 1762.
Bangunan awal Masjid dibangun dengan ukuran sekitar 5×5 m dan terbuat dari kayu dan atap daun pandan yang mengerucut keatas yang berfungsi sebagai kubah masjid. Masjid ini juga mempunyai selasar sebagai salah satu ciri bangunan Melayu dengan bangunan berbentuk panggung.
Akan tetapi masjid ini tidak bertahan lama, dikarenakan sering terkena banjir, masjid ini kemudian dipindahkan ke daerah kampung dalam di sekitar Pelabuhan Pelita Pantai atau sekitar Mushala AlMuflihin. Pada masa ini Masjid Raya terletak berdekatan dengan lokasi istana yang dibangun oleh Sultan Alamuddin Syah.
Masjid di Kampung Dalam ini juga masih berbentuk panggung tapi mengalami sedikit perubahan pada bentuk kubah dan mihrabnya. Kubahnya sudah berbentuk atap bertingkat tiga persis layar kapal yang disusun, sedangkan mihrabnya masih juga berbentuk jungkit atau langgam gajah maharam, luasnya pun bertambah menjadi 10×10 m dengan selasar berukuran 1,5 m.
Beberapa bangunan yang masih bertahan di Masjid Raya Pekanbaru yaitu ;
- Tiang 6 buah masih berdiri kokoh di dalam masjid berwarna putih dengan berbagai ornament warna emas dan hijau.
- Selasar kecil masih ada ditandai dengan 9 tiang berlengkung di dalam ruang masjid.
- Pondasi lama masih utuh dan terawatt berada di bawah lantai masjid ditandai dengan lantai batu marmar berwarna hijau.
- Pondasi bahagian paling luar masjid lama masih utuh dan terpelihara, namun sekarang berada pada bahagian bawah lantai masjid.
- Semur tua dibuatkan sebuah ruangan khusus dan berada di dalam masjid.
- Mimbar masih berada di dalam mihrab.
- Gerbang utama masjid masih terpelihara dengan baik.
Renovasi yang terakhir, terjadi pada tahun 1940, renovasi ini merupakan renovasi dari keseluruhan masjid yang bisa disebut sudah sangat tua. Renovasi ini dimulai dari tahun 1755 sampai tahun 1940. Ini artinya masjid tersebut sudah berusia hampir 2 abad lamanya.
Sejak tahun 2009, masjid ini menjadi salah satu proyek revitalisasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Riau. Sangat disayangkan dampak dari revitalisasi ini adalah hancurnya bangunan asli dari masjid itu sendiri.

Hingga kini bukti Sejarah bangunan masjid yang tersisa hanyalah 26 tiang bekas bangunan lama yang ada di sisi timur, selatan, barat, dan utara. Selain itu ada enam tiang penyanggah tengah yang kini tersisa dan dijadikan bentuk menara. Hal ini menjadikan masjid ini menjadi satu-satunya masjid yang memiliki menara dalam bangunan.
Tiang-tiang sisa bangunan masjid lama menjadi warisan sejarah yang masih dipertahankan. Tapi bentuk asli masjid sudah diratakan dengan tanah. Saat ini bangunan Masjid Raya Pekanbaru begitu megah, seperti halnya bangunan-bangunan masjid modern masa kini.
Post Comment